Segala puji bagi Allah, Rabb pemberi segala macam nikmat. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Jual beli yang penuh berkah adalah jual beli yang di dalamnya
memperhatikan aturan Islam. Inilah jual beli yang akan mendatangkan
barokah dan kemudahan rizki dari Allah. Sebaliknya jual beli yang
terlarang hanya akan mendatangkan bencana demi bencana. Setelah kita
mengetahui beberapa barang yang haram diperdagangkan dan beberapa aturan dalam jual beli,
selanjutnya kita patut mengenal bentuk transaksi jual beli yang Islam
larang. Di antaranya dalam tulisan kali ini akan disinggung mengenai
hukum asuransi, disebutkan mengenai alasan pelarangannya karena
mengandung unsur ghoror (ketidak jelasan). Semoga bermanfaat.
Pertama: Jual beli ghoror (mengandung ketidak jelasan)
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli
hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari
jual beli ghoror (mengandung unsure ketidak jelasan)”
(HR. Muslim no. 1513).
Al Jarjani berkata bahwa ghoror adalah sesuatu yang mengandung unsur ketidakjelasan, dari sisi ada atau tidaknya.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Adapun larangan mengenai jual beli ghoror,
maka ia termasuk dalam bahasan utama dalam kitab buyu’ (jual beli).
Oleh karenanya, Imam Muslim memasukkan masalah ini di awal-awal bahasan
jual beli. Masalah ghoror mencakup permasalahan yang amat banyak, tak
terbatas. Yang termasuk jual beli ghoror mulai dari jual beli budak yang
kabur atau tidak ada atau tidak jelas, jual beli barang yang tidak
mampu diserahterimakan, jual beli sesuatu yang belum sempurna dimiliki
oleh penjual, jual beli ikan dalam kolam yang memiliki banyak air, jual
beli susu dalam ambing betina, jual beli janin dalam perut, jual beli
seonggok makanan yang tidak jelas timbangannya, jual beli baju yang
tidak jelas dari tumpukan pakaian, jual beli kambing dari segerombolan
kambing dan contoh-contoh semisal itu. Semua bentuk jual beli ini
termasuk dalam jual beli yang batil karena mengandung ghoror tanpa ada hajat (kebutuhan).” (Syarh Muslim, 10: 156).
Kali ini kita akan melihat beberapa macam bentuk ghoror khusus dalam transaksi jual beli dan beberapa contohnya:
1. Ghoror dalam akad
Beberapa contoh jual beli yang terdapat ghoror dalam akad:
- Dua bentuk transaksi dalam satu akad. Misalnya tunai dengan harga
sekian dan kredit dengan harga lebih mahal dan tidak ada kejelasan
manakah akad yang dipilih. Dari Abu Hurairah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua bentuk transaksi dalam satu akad”
(HR. An Nasai no. 4632, Tirmidzi no. 1231 dan Ahmad 2: 174. Syaikh Al
Albani mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam Al Jaami’ Ash
Shohih no. 6943).
Sedangkan jika sudah ada kejelasan, misalnya membeli
secara kredit –walau harganya lebih tinggi dari harga tunai-, maka tidak
termasuk dalam larangan hadits di atas. Karena saat ini sudah jelas
transaksi yang dipilih dan tidak ada lagi dua bentuk transaksi dalam
satu akad. Sehingga dalil di atas bukanlah dalil untuk melarang jual
beli kredit. Jual beli secara kredit itu boleh selama tidak ada riba di
dalamnya.
- Jual beli hashoh, yaitu keputusan membeli sesuai dengan lemparan kerikil. Dari Abu Hurairah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli
hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari
ghoror” (HR. Muslim no. 1513).
Ini bentuk jual beli yang terjadi di masa silam.
2. Ghoror dalam barang yang dijual
Ghoror dalam barang bisa jadi pada jenis, sifat, ukuran, atau pada
waktu penyerahan. Ghoror bisa terjadi pula karena barang tersebut tidak
bisa diserahterimakan, menjual sesuatu yang tidak ada atau tidak dapat
dilihat.
Contoh:
- Di taman bermain biasa dijajakan mainan berupa panah yang nantinya
diarahkan pada lingkaran di dinding. Di papan tersebut terdapat nomor.
Nomor ini menunjukkan barang yang akan diperoleh. Jual beli semacam ini
pun mengandung ghoror karena jenis barang yang akan kita peroleh
bersifat spekulatif atau untung-untungan.
3. Ghoror dalam bayaran (uang)
Ghoror dalam masalah bayaran boleh jadi terjadi pada jumlah bayaran
yang akan diperoleh, atau pada waktu penerimaan bayaran, bisa jadi pula
dalam bentuk bayaran yang tidak jelas.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat tidak bolehnya menjual sesuatu dengan waktu penerimaan upah yang tidak jelas” (Al Majmu’ 9: 339).
Contoh:
- Asuransi karena di dalamnya mengandung ghoror dari sisi waktu
penerimaan klaim kapan ia bisa memperolehnya, karena boleh jadi ia tidak
mendapatkan karena tidak mengalami accident. Kita pun mengetahui bahwa
sifat accident adalah waktunya tak tentu kapan. Kemudian premi yang
diserahkan dan klaim yang diperoleh pun mengandung ghoror, unsur
ketidakjelasan karena tidak jelas besaran yang akan diperoleh. Jadi
asuransi mengandung sisi ghoror pada waktu dan besaran yang diperoleh.
Dari salah satu alasan ini asuransi menjadi terlarang dan masih ada
beberapa alasan lainnya. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang dengan jelas jual beli ghoror. Asuransi termasuk transaksi
jual beli karena ada premi sebagai setoran awal dan klaim yang akan
diperoleh sebagai timbal baliknya.
Ghoror yang Dibolehkan
Masalah ghoror (ketidakjelasan), inilah sebab utama yang membuat
mayoritas jual beli menjadi tidak sah. Namun ada ghoror yang dibolehkan,
yaitu:
1. Yang mengandung spekulasi kerugian yang sedikit. Sebagaimana Ibnu Rusyd berkata,
الفقهاء متّفقون على أنّ الغرر الكثير في المبيعات لا يجوز وأنّ القليل يجوز
“Para pakar fikih sepakat bahwa ghoror pada barang dagangan yang
mengandung kerugian yang banyak itulah yang tidak boleh. Sedangkan jika
hanya sedikit, masih ditolerir (dibolehkan)”.
2. Merupakan ikutan dari yang lain, bukan ashl (pokok). Jika
kita membeli janin dalam kandungan hewan ternak, itu tidak boleh.
Karena ada ghoror pada barang yang dibeli. Sedangkan jika yang dibeli
adalah yang hewan ternak yang bunting dan ditambah dengan janinnya, maka
itu boleh.
3. Dalam keadaan hajat (butuh). Semacam membeli rumah di bawahnya ada
pondasi, tentu kita tidak bisa melihat kondisi pondasi tersebut,
artinya ada ghoror. Namun tetap boleh membeli rumah walau tidak terlihat
pondasinya karena ada hajat ketika itu.
4. Pada akad tabarru’at (yang tidak ditarik keuntungan),
seperti dalam pemberian hadiah. Kita boleh saja memberi hadiah pada
teman dalam keadaan dibungkus sehingga tidak jelas apa isinya. Ini
sah-sah saja. Beda halnya jika transaksinya adalah mu’awadhot, ada keuntungan di dalamnya semacam dalam jual beli.
Bahasan ini masih dilanjutkan dalam tulisan akan datang, masih tentang bentuk transaksi jual beli yang terlarang.
Wallahu waliyyut taufiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar